Page 57 - LAPORAN AKHIR MASTERPLAN KAWASAN SABA BUDAYA BADUY DAN SEKITARNYA
P. 57
LAPORAN AKHIR
Perencanaan Masterplan Kawasan Saba Budaya Baduy dan Sekitarnya
2.3.2 Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
Kabupaten Lebak Tahun 2025-2045
Masyarakat adat adalah kelompok masyarakat yang memiliki karakteristik budaya, tradisi,
dan identitas yang khas dan sering kali memiliki hubungan historis yang kuat dengan
wilayah tertentu. Mereka sering kali memiliki bahasa, adat istiadat, dan sistem
kepercayaan yang berbeda dari masyarakat dominan atau nasional. Suku Baduy, atau
yang juga dikenal sebagai Urang Kanekes, adalah salah satu masyarakat adat yang
tinggal di wilayah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Indonesia.
Suku Baduy merupakan bagian dari penduduk Kabupaten Lebak yang diakui dan
dilindungi keberadaannya. Kabupaten Lebak memiliki sejumlah masyarakat adat yang
secara legal formal telah diakui dalam Surat Keputusan Bupati Lebak Nomor
430/Kep.298/Disdikbud/2013 tentang Pengakuan Keberadaan masyarakat Adat di
Wilayah Kesatuan Adat Banten Kidul (SABAKI); dan Peraturan Daerah Nomor 8
Tahun 2015 tentang Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan masyarakat
Hukum Adat Kasepuhan. Berdasarkan kedua produk hukum daerah tersebut,
teridentifikasi sekira 523 (lima ratus dua puluh tiga) satuan masyarakat adat yang
menginduk pada 6 (enam) kasepuhan induk atau wewengkon adat, yaitu: Kasepuhan
Citorek; Kasepuhan Guradog, Kasepuhan Bayah, Kasepuhan Sajira, Kasepuhan
Cicarucub, dan Kasepuhan Cisungsang.
Terdapat 523 masyarakat adat. Akan tetapi, jumlah tersebut belum termasuk sekira 53
komunitas adat setingkat kampung yang menginduk pada Kapuunan Baduy atau
masyarakat adat Kanekes. Ke-53 kampung tersebut menginduk pada 3 kampung utama
(tangtu), yaitu: Tangtu Cibeo, Tangtu Cikeusik, dan Tangtu Cikertawana. Ketiganya
merupakan satu kesatuan dalam sebuah sistem kepemimpinan adat yang dikenal dengan
“Tangtu tilu Jaro tujuh”. Keseluruhan masyarakat adat tersebut hingga kini masih eksis
dan memegang teguh nilai-nilai warisan leluhur dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Seluruhnya memiliki kriteria lengkap sebagai masyarakat adat, sebagian di antaranya
berpotensi menjadi desa adat sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa dan berpotensi besar untuk dikembangkan sebagai desa budaya yang
memiliki nilai ekonomis sebagai destinasi pariwisata di masa depan.
Fasilitasi konflik pertanahan yang dilakukan bersama Kantor ATR/BPN Kabupaten Lebak
sejak 2019 mampu menuntaskan penyelesaian konflik pertanahan sebanyak 15 konflik
yang mayoritas terkait dengan konflik masyarakat dengan HGU perusahaan ataupun aset
pemerintah daerah. Dan fokus yang tak kalah penting mengingat perlunya dukungan
dalam melaksanakan program reforma agraria bahwa Pemerintah Kabupaten Lebak telah
melakukan kegiatan tersebut yang dikhususkan pada pelepasan hutan adat maupun
legalisasi tanah terhadap penggarap di beberapa masyarakat adat Kasepuhan Banten
Kidul. Dan saat ini sedang berproses dalam menuntaskan hasil reforma agraria seluas
50 Hektar di Cikapek, Leuwidamar untuk dikembangkan sebagai Kawasan
agrowisata dalam mendukung jalur wisata Baduy.
Adapun visi Kabupaten Lebak Tahun 2025 – 2045 adalah:
“Lebak Maju, Sejahtera Dan Berkelanjutan Berbasis Potensi Lokal”
1. Berkelanjutan. Konsep berkelanjutan menunjukkan kondisi Lestari dan adanya
keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan sosial dan lingkungan. Visi ini
menjelaskan komitmen Kabupaten Lebak untuk menerapkan prinsip pembangunan
DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK 2- 18

