Page 112 - KAJIAN PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN POTENSI INVESTASI DI KAWASAN GEOPARK BAYAH DOME
P. 112
lain yang sudah berkembang dengan sangat baik seperti di Bali, Yogyakarta, dan
Bandung. Padahal obyek wisata di wilayah Bayah Dome tidak kalah dengan obyek
wisata di ketiga daerah tersebut.
Selain itu, masih terdapat geosite yang belum berkembang dengan baik,
sehubungan dengan daya tarik keunikannya yang bersifat terbatas untuk kalangan
tertentu saja, seperti misalnya Situs Batu Bedil, singkapan Batuan Granodiorit dan
Metamorf di Cihara, serta Intrusi Gunung Buleud. Geosite-geosite ini sesungguhnya
dapat dikembangkan menjadi lokasi wisata edukasi yang sangat baik, apabila
mengintegrasikan konsep pengembangan wisata di atas secara optimal. Namun,
pembangunan sarana pendukung di wilyah ini harus memperhatikan obyek utama
geosite jangan sampai terjadi kerusakan, karena nilai warisan geologinya yang tidak
dapat digantikan oleh apapun juga.
Pembangunan fasilitas penunjang pariwisata di geosite-geosite tersebut di atas
tentunya perlu mempertimbangkan hasil analisis kelayakan investasi yang menunjukkan
tingkat kelayakan sangat baik. Sistem klaster menjadi pegangan dalam
pengembangannya. Klaster 1 di wilayah pesisir Pantai Sawarna dan Bayah harus
dikembangkan secara lebih profesional menjadi kawasan wisata utama Geopark Bayah
Dome dengan kelas wisata internasional, karena wilayah ini sudah menjadi tempat
wisata yang banyak dikunjungi. Klaster 2 di wilayah pesisir Pantai Cihara dan
singkapan batuan Granodiorit dan Metamorf dikhususkan untuk wisata edukasi yang
bernilai tinggi. Klaster 3 di wilayah pesisir Pantai Bagedur Malingping dikembangkan
untuk wisata minat khusus seperti outbound, outdoor activity, camping ground,
sekaligus pengembangan UMKM. Terakhir, Klaster 4 di wilayah pegunungan Gunung
Luhur dan Depresi Citorek, yang dilengkapi dengan Air Terjun Kadu Punah, Kompleks
Mineralisasi Cirotan, dan Wewengkon Kasepuhan Citorek, sangat baik untuk
dikembangkan sebagai tempat wisata terpadu antara wisata alam, wisata edukasi, dan
wisata budaya.
Investasi yang bisa ditanamkan dalam setiap klaster tersebut dapat disesuaikan
dengan kebutuhan dan karakteristik masing-masing klaster. Sebagai contoh, penginapan
dengan investasi sebesar Rp 67.946.880.000,00 akan lebih baik jika difokuskan
dibangun di Klaster 1, karena nilai investasinya cukup besar dan membutuhkan lokasi
yang strategis dengan obyek wisata yang menjanjikan. Sementara itu, café-resto dengan
investasi Rp 748.061.600,00 dapat dibangun di semua klaster, sehubungan dengan nilai
109

