Page 33 - LAPORAN PENELITIAN ITI SEPT 2021
P. 33

Sebuah kajian Wibowo, Zahar, Syarifuddin, & Ananda (2019) juga menyatakan bahwa hingga saat ini saluran
               komunikasi yang terjalin masih bersifat person to person dan belum terlembagakan disebabkan karena belum
               ada leading sector mengenai konsep pengembangan geopark. Sehingga setiap dinas-dinas cenderung berjalan
               sendiri-sendiri mengenai pelaksanaan rencana pengembangan geopark. Akibatnya masih banyak permasalahan
               yang dihadapi seperti akses menuju lokasi yang masih terbatas, tidak adanya akses internet, homestay yang tidak
               terstandar, MCK yang masih terbatas pada area sungai.

               Pada  saat  ini  kolaborasi  menjadi  bagian  yang  sangat  penting,  karena  melalui  kolaborasi  para  pemangku
               kepentingan  dapat  duduk  bersama  membangun  kesepahaman  dan  komitmen  bersama,  serta  memiliki  rasa
               tanggung  jawab  (sense  of  responsibility)  dalam  kelangsungan  pembangunan  wilayah  (Bakti  et  al.,  2018).
               Melalui paradigma pembangunan inklusif, dapat mendorong tercapainya bentuk-bentuk kerjasama dalam proses
               pembangunan melalui upaya pelibatan masyarakat seutuhnya. Telah banyak berkembang beberapa model atau
               konsep  pembangunan  berbasis  masyarakat  seperti  Community  Economic  Development  (CED)  yang  telah
               dipraktikan sejak tahun 1970-an. CED menawarkan peran untuk membangun kekuatan masyarakat lokal melalui
               alternatif kegiatan ekonomi sehingga masyarakat mempunyai kendali yang lebih besar terhadap proses kegiatan
               sosial dan ekonomi di wilayahnya. Community Based Tourism (CBT) tidak jauh berbeda dengan konsep CED,
               dimana masyarakat lokal memiliki, mengelola dan mengendalikan secara substansial kegiatan pariwisata dan
               proporsi keuntungan yang besar tetap ada di masyarakat (Hindersah, Asyiawati, Akliyah, & Ramadhan, 2017).

               Dalam pengelolaan di Indonesia saat ini diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kapabilitas dan
               akseptabilitas  terhadap  sumber  daya  alam  dan  budaya  di  wilayah  tersebut.  Oleh  karena  itu,  diperlukan
               pemberdayaan masyarakat, seperti pelatihan pengelolaan wisata alam, tour guide, dan pelatihan kewirausahaan
               agar mereka mampu mengelola kawasan geopark, dan akhirnya mereka mampu meningkatkan kondisi ekonomi
               keluarga dan meningkatkan sumber pendapatan daerah.
               Salah satu contoh pengembangan ekonomi dalam pengembangan Geopark adalah geowisata. Geowisata menjadi
               pendekatan yang komprehensif dalam menjamin keberlanjutan, bukan hanya fokus pada konservasi lingkungan
               tapi  juga  pemberdayaan  masyarakat  dan  pembangunan  ekonomi  wilayah.  Tentunya  pengelolaan  yang
               profesional perlu ditunjang oleh sistem kelembagaan yang jelas. Pengelolaan yang profesional yang bertanggung
               jawab  untuk  mengelola  keuangan  dan  pendapatan,  manajemen  fasilitas,  menyelesaikan  masalah  teknis,
               mengurus  sistem  manajemen  harian,  regulasi  kolaborasi  aktor  seperti  bisnis  lokal,  akademisi,  pengusaha,
               pemerintah daerah, badan pariwisata dan masyarakat setempat (Rosyidie, Sagala, Syahbid, & Sasongko, 2018).
               Bagaimanapun  juga,  ada  beberapa  hal  yang  perlu  diperhatikan  dalam  pengelolaan  geowisata  (Pásková  &
               Zelenka, 2018), diantaranya:
                1.   Dalam pengelolaan wisata di Geopark, perlu memperkuat urgensi konservasi lingkungan dan kekayaan
                     rupabumi yang dimiliki.
                2.   Perkembangan Geowisata yang pesat perlu menyiapkan fasilitas sesuai kapasitas daya dukung dan daya
                     tampung kawasan tersebut.
                3.   Menjamin keberlanjutan melalui antisipasi dampak negatif dengan perencanaan dan strategi yang matang.
                4.   Pemberdayaan masyarakat lokal perlu dilakukan secara kontinyu dan intensif dalam menunjang kegiatan
                     wisata tersebut.
                5.   Bernilai edukasi dan meningkatkan kepuasan pengunjung/turis
                6.   Menyiapkan pengelolaan yang profesional.






                                                               24
   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37   38