Page 24 - RENCANA INDUK GEOPARK BAYAH DOME
P. 24
1.1 Latar Belakang
Taman Bumi (Geopark) merupakan sebuah wilayah geografis tunggal atau gabungan,
yang memiliki Situs Warisan Geologi (Geosite) dan bentang alam yang bernilai, terkait aspek
Warisan Geologi (Geoheritage), Keragaman Geologi (Geodiversity), Keanekaragaman Hayati
(Biodiversity), dan Keragaman Budaya (Cultural Diversity), serta dikelola untuk keperluan
konservasi, edukasi, dan pembangunan perekonomian masyarakat secara berkelanjutan
dengan keterlibatan aktif dari masyarakat dan Pemerintah Daerah, sehingga dapat di
gunakan untuk menumbuhkan pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap bumi dan
lingkungan sekitarnya (Pasal 1, Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2019).
Secara geologi kawasan Bayah Dome memiliki morfologi berupa tinggian pegunungan
dan zona depresi yang memiliki kekhasan proses geologi dari sebuah cekungan yang diisi
oleh material klastik yang diendapkan dalam lingkungan laut dangkal hingga sungai purba.
Kemudian mengalami tektonik berupa pengangkatan (pengkubahan) dan pensesaran akibat
akitivitas magmatisme dan penerobosan oleh batuan-batuan beku berkomposisi asam-
menengah, kontak metamorfisme serta aktivitas vulkanisme yang berhubungan dengan
pembentukan kompleks mineralisasi emas-perak. Sehingga Geopark Bayah Dome
mengangkat tema pembentukan kubah Bayah yang berasosiasi dengan mineralisasi emas-
perak. Bukti-bukti proses geologi pembentukan kubah Bayah tersebut terekam pada
keragaman geologi yang diantaranya dapat dilihat pada Formasi Bayah berupa endapan
delta-sungai purba, Formasi Cikotok, Citorek, Granodiorit Cihara dan batuan metamorfik,
serta mineralisasi emas-perak di Cikotok, Cirotan, Cikidang, serta batuan hasil aktifitas
vulkanisme yang mengisi zona depresi Citorek.
Kawasan Geopark Bayah Dome juga memiliki keragaman budaya diantaranya
keberadaan kampung adat, situs-situs purbakala, tinggalan sejarah era kolonialisasi, dan
bukti aktivitas tambang emas pertama di Indonesia. Keanekaragaman hayatinya
direpresentasikan oleh berbagai flora dan fauna yang berada di dalam Kawasan Taman
Nasional Gunung Halimun Salak (TNHGS) yang merupakan kawasan lindung.
Pengembangan geopark akan dapat berjalan dengan baik harus didukung oleh seluruh
stakeholder yang terdiri dari: pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, akademisi
dan pihak swasta serta media melalui konsep Pentahelix (gambar 1.1). Oleh karena itu,
dukungan, komitmen, dan kerjasama antara stakeholder ini menjadi sangat penting dalam
menyusun Rencana Induk Pengembangan Geopark ini. Supaya dihasilkan sebuah dokumen
acuan pengembangan geopark yang sesuai dengan kaidah dan prinsip geopark yang
berfungsi sebagai kawasan konservasi, edukasi, dan pembangunan ekonomi berkelanjutan
melalui pengembangan kepariwisataan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Rencana Induk Geopark ini akan menjadi dokumen perencanaan pembangunan kawasan
geopark yang komprehensif, menyeluruh, terpadu, dan jangka panjang yang diwujudkan
dalam program-program kegiatan dan sumber anggarannya yang semuanya diatur
pelaksanaan dan pengawasannya oleh Badan Pengelola Geopark yang telah ditunjuk.
Indonesia saat ini telah memiliki sepuluh geopark yang telah diakui dunia secara global
dengan label UNESCO Global Geopark (UGGp), yaitu: Batur UGGp, Kabupaten Bangli, Bali
(2012); Gunung Sewu UGG yang meliputi tiga kabupaten di tiga Provinsi DIY-Jawa Tengah-
Jawa Timur (2015); Rinjani-Lombok UGGp di Provinsi Nusa Tenggara Barat (2018); Ciletuh-
Palabuhanratu UGGp di Kabupaten Sukabumi, Provnsi Jawa Barat (2018); Kaldera Toba
2