Page 101 - Laporan Akhir- Kajian Keterkaitan Geo Bio Budaya
P. 101
Ngukus berarti membuat kukus (asap). Dalam hal ini, berarti membuat asap
wangi dengan membakar zat aromatik seperti kayu gaharu, kemenyan, madat, atau
getah dari pohon Ki Tenjo. Hal ini dilakukan dalam rangka menghormat Nyi Pohaci
Sanghyang Asri.
Dalam tradisi ritual, kukus semacam itu dipandang sebagai pembuka
hubungan dengan dunia gaib. Asap wangi yang membubung ke langit itu selalu
memberikan suasana yang khas. Asap itu diharapkan mencapai dunia di atas dan
menarik perhatian "penghuninya.
Ngawalu ini berarti mengadakan upacara kawalu (walu = balik; kawalu =
kembali). Upacara ini diadakan setelah padi dari ladang "kembali" ke leuit (lumbung)
atau setelah panen. setelah sekian lama berada di "rumah suaminya", yaitu di
"weweg sampeg mandala pageuh" (bumi = ladang). Dalam mitologi Sunda, pertiwi
atau bumi dianggap laki-laki. Di Baduy dianggap sebagai suami Nyi Pohaci
Sanghyang Asri).
Terakhir dan dianggap paling sakral adalah Ngalaksa. Tepung bahan laksa
adalah beras dari 7 rumpun padi yang ditanam di pupuhunan "huma serang" (di
kawasan tangtu) dan "huma tuladan" (di kawasan panamping). Pupuhunan menjadi
pusat seluruh ladang, dan dari sanalah terkumpul zat-zat terbaik yang terkandung
dalam bumi. Di pupuhunan terhimpun "sakti bumi" yang akan meresap ke dalam
padi yang ditanam di situ. Dengan demikian di dalam laksa terkandung "aci bumi"
yang menjadi inti kekuatan pertiwi (suami Nyi Pohaci Sanghyang Asri).
Laksa yang merupakan makanan adat berbentuk mie yang lebar, terbuat dari
tepung beras inti, dibungkus dengan upih/pelepah pinang. menjadi salah satu
benda penting yang dibawa ketika upacara seba khas Baduy. Laksa ini terbuat dari
intisari padi dan diolah melalui upacara sakral ngalaksa. Dengan menyantap laksa
dari tanah suci, diharapkan kesaktian (kewibawaan) raja (pemimpin) akan
bertambah. Maka persembahan laksa dan hasil bumi lainnya merupakan lambang
hubungan baik antara mandala dan nagara.
Gambar 4.68 Kampung Adat Suku Baduy Luar
93