Page 101 - RENCANA INDUK GEOPARK BAYAH DOME
P. 101
Selain itu, salah satu yang juga sangat menarik adalah Tugas Hidup orang Baduy yaitu
Ngukus Ngawalu Muja Ngalaksa yaitu suatu proses penting dalam penanaman padi, panen padi
dan Seba. Ngukus (membakar zat aromatik), ngawalu (menyelenggarakan upacara kawalu), muja
(melaksanakan pemujaan), dan ngalaksa (membuat laksa dalam upacara tutup tahun).
Gambar 2.38 Kampung Adat Suku Baduy Luar
B. Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan Banten Kidul
Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan Banten Kidul merupakan masyarakat adat Sunda
yang tinggal di sekitar kaki Gunung Halimun yang tersebar dari mulai Kabupaten Sukabumi,
Bogor dan Lebak. Konon berawal di Sajra Banten, terus pindah ke Limbang Kuning, Kasepuhan
Banten Kidul memegang teguh tradisi leluhur khususnya tradisi tatanen (bertani). Acara puncak
dari tradisi bertani ini dinamakan Seren Taun yang merupakan perayaan sebagai rasa syukur
akan hasil panen padi.
Masyarakat Adat Kasepuhan di wilayah Kabupaten Lebak, tercatat terdapat sebanyak 522
Kasepuhan (Perda Kabupaten Lebak No. 8, Tahun 2015, tentang Pengakuan, Perlindungan dan
Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan). Namun demikian, terdapat beberapa
Kasepuhan yang dianggap “besar”, atau “lebih tua” yang biasanya diikuti dengan pengakuan yang
kuat terhadap kepemimpinan adatnya. Hal ini diantaranya terkait dengan sejarah pembentukan
Kesatuan Adat Banten Kidul pada tahun 1974, tercatat pencetus Kesatuan Adat Banten Kidul
tersebut adalah Kasepuhan Cikaret, Kasepuhan Cisungsang, Kasepuhan Cicarucub, Kasepuhan
Citorek, dan Kasepuhan Bayah. Pada perkembangannya, terdapat pembagian Ketua Adat
Kasepuhan (Dwisvimiar, 2022), yaitu :
1. Wewengkon Citorek terdiri dari 12 Kasepuhan Adat
2. Guradog terdiri dari ± 55 Kasepuhan Adat
3. Bayah terdiri dari 5 Kasepuhan Adat
4. Wewengkon Sajira terdiri dari 4 Kasepuhan
5. Cicarucub terdiri dari ± 150 Kasepuhan Adat
6. Cisungsang terdiri dari ± 70 Kasepuhan
Istilah Kasepuhan berasal dari kata “Sepuh” dengan awalan “ka” dan akhiran “an”, kata
sepuh berarti “kolot” dalam bahasa sunda atau “tua” dalam bahasa Indonesia. Sehingga Kasepuhan
merupakan tempat dimana baris kolot (para orang tua) berkumpul membahas segala sesuatu
yang berhubungan dengan masyarakat adat (www.disbudpar.jabar).
Komunitas masyarakat adat kasepuhan melakukan kehidupan sehari-harinya
berdasarkan aturan adat. Apabila mereka tidak mentaati atau melanggar aturan adat, maka
mereka berkeyakinan akan mendapat kualat (kabendon). Semua warga kasepuhan dituntut untuk
selalu memahami dan menjalankan tugas dan tanggung jawab masing-masing sehingga dapat
tercipta suatu ketertiban dan keselarasan dalam kehidupan seperti yang diungkapkan dalam
79