Page 102 - RENCANA INDUK GEOPARK BAYAH DOME
P. 102

sikap hidup “mipit kudu amit, ngala kudu menta; nganggo kudu suci, dahar kudu halal, kalawan
               ucap  kudu  sabenerna;  mupakat  kudu  sarerea,  ngahulu  ka  hukum,  nyanghunjar  ka  nagara”
               (Adimihardja, 1992). Artinya : ‘Mipit kudu amit, ngala kudu menta”, menegaskan makna agar
               setiap kali melakukan berbagai kegiatan/pekerjaan harus didahului dengan doa amit (memohon
               izin), yang ditujukan kepada para karuhun, para Dewa, dan Yang Maha Kuasa, agar terlindungi
               dari berbagai bencana dan marabahaya. “Nganggo kudu suci”, mengandung makna bahwa semua
               tingkah  laku  dalam kehidupan harus dilakukan dengan penuh kejujuran.  “Dahar kudu halal”,
               artinya  apa  yang  diperoleh,  apa  yang  dihasilkan  dan  apa  dimakan  harus  hasil  usaha  yang
               dibenarkan oleh aturan adat. “Kalawan ucap kudu sabenerna, mufakat kudu sarerea” mengandung
               makna berbicara harus apa adanya, tidak dibuat-buat, tidak berbohong dan keputusan harus
               diambil secara mufakat yang disetujui bersama.
                       Aturan  adat  yang  dibangun  mereka  juga  sangat  erat  hubungan  dan  keterikatannya
               dengan  alam.    Alam  adalah  salah  satu  kebutuhan  warga  adat,  contohnya  hutan.  Dalam
               kelembagaan  adat  diatur  tugas-tugas  yang  harus  dilaksanakan  oleh  warga  adat  kasepuhan.
               Ngajaga leuweng merupakan salah satu bentuk kepedulian warga adat kasepuhan dalam menjaga
               dan melestarikan hutan. Hal ini dicirikan dengan  membagi hutan  menjadi tiga  bagian yaitu  :
               Hutan Titipan, Hutan Tutupan, dan Hutan Garapan.

                       Hutan  Titipan  adalah  hutan  larangan  yang  tidak  boleh  dimasuki.  Hutan  ini  fungsinya
               sangat besar bagi masyarakat adat  kasepuhan, diantaranya menjaga ketersediaan air. Sawah-
               sawah  milik  masyarakat  kasepuhan  diairi  dari  Hutan  Titipan  ini.  Demikian  pula  air  untuk
               kebutuhan minum, mandi dan lain-lain. Hutan Tutupan adalah hutan yang boleh digarap dengan
               izin  pemangku  adat.  Hutan  ini  hanya  dimanfaatkan  untuk  keperluan  membangun  rumah.
               Biasanya lokasi hutan tidak jauh dari pemukiman. Namun, hutan ini tidak boleh dibuka apabila
               di  Hutan  Garapan  masih  tersedia  bahan-bahan  untuk  keperluan/membuat  rumah.  Hutan
               Garapan adalah hutan yang menjadi mata pencaharian masyarakat adat kasepuhan. Boleh diolah
               menjadi ladang dan kebun, namun tidak boleh dimiliki secara individu.

                       Di    kawasan  Geopark  Bayah  Dome  diantaranya  terdapat  Kasepuhan  Cisungsang,
               Kasepuhan Citorek, Kasepuhan Pasir Eurih, Kasepuhan Karang, dan Kasepuhan Bongkok.

               1)    Kasepuhan Cisungsang; Kecamatan Cibeber
                       Kata Cisungsang berasal dari dua suku kata, yaitu “ci” dan “sungsang”. Secara harfiah kata
               “ci” adalah bentuk singkat dari “cai” dalam bahasa Sunda, yang berarti air. Sedangkan “sungsang”,
               dalam  bahasa  Sunda  berarti  terbalik  atau  berlawanan  dari  keadaan  yang  sudah  lazim.  Maka
               istilah Cisungsang dapat diartikan air yang mengalir kembali ke hulu (mengalir secara terbalik).
               Sesepuh Kasepuhan Cisungsang percaya bahwa Cisungsang didirikan oleh anak Prabu Siliwangi
               yang bernama Prabu Walangsungsang, hal ini juga yang mendasari penggunaan kepala Macan
               Belang sebagai lambang dari Kasepuhan Cisungsang. (Yusanto dkk, 2014)














                                Gambar 2.39 Moe Pare (jemur padi) tanda Seren Taun sudah dekat


                                                                                                       80
   97   98   99   100   101   102   103   104   105   106   107