Page 125 - Laporan Akhir- Kajian Keterkaitan Geo Bio Budaya
P. 125
nektar dan serbuk sari (nektarivora, misalnya Eonycteris, Macroglossus,
Syconycteris), namun kebanyakan memakan kombinasi dari buah-buahan dengan
bunga, nektar, atau dedaunan (frugivora).
Meskipun kadang-kadang dianggap sebagai hama, lalay berperan penting sebagai
pemencar biji aneka tetumbuhan, terutama di hutan hujan tropika. Kelelawar ini
hanya memakan daging buah yang dikunyah-kunyah untuk diambil cairannya,
sementara serabut buah dan bijinya dibuang. Lalay biasanya tidak memakan buah
di pohonnya, melainkan dibawanya ke pohon lain atau tenggeran yang lain yang
dianggap aman dan memakannya di situ. Tenggeran ini bisa berjarak hingga 100–
200 m dari pohon buahnya, sehingga secara tidak sengaja codot telah memencarkan
biji buah-buahan makanannya itu. Tenggeran semacam itu, yang ditandai oleh
banyaknya kotoran kelelawar dan sampah serabut dan biji buah-buahan di
bawahnya, acap kali dijumpai pula di bawah atap selasar gedung atau emperan
rumah yang agak terasing.
Lalay atau Kelelawar nektarivor diketahui pula bertindak sebagai penyerbuk
(polinator) bunga-bunga yang dikunjunginya. Jenis-jenis lalay nektar sejauh ini
tercatat mengunjungi 141 spesies tumbuhan untuk memakan nektar dan serbuk
sari, beberapa di antaranya merupakan pohon-pohon yang ekonomis penting seperti
durian (Durio), kapok (Ceiba), petai (Parkia), dan lain-lain. Hubungan timbal balik
yang saling menguntungkan antara lalay dan tetumbuhan ini tergolong ke dalam
simbiosis mutualisma, yang disebut kiropterofili (chiropterophily).
Toponim Gua Lalay
Salah satu Gua yang menjadi situs di Sawarna adalah Gua Lalay. Lalay adalah
penamaan untuk binatang Kelelawar. Menurut penuturan legenda setempat, gua
tersebut diberinama Gua Lalay karena banyak terdapat kelelawar di dalamnya.
Menarik bahwa ternyata gua tersebut sering didatangi oleh orang-orang Baduy
dalam rangka berburu kelelawar.
Di masyarakat Adat Baduy, ternyata kelelawar diburu untuk dijadikan
makanan/lauk-pauk atau sebagai bahan obat. Mereka rela berjalan berpuluh-puluh
kilometer untuk mendapatkan kelelawar tersebut. Biasanya perburuan kelelawar ini
dilakukan bersamaan dengan musim panen buah durian dan rambutan. Dengan
menggunakan jaring dan bambu, kelelawar tersebut biasa dijerat di gua-gua.
Kelelawar ternyata memang merupakan salah satu jenis kuliner sejak jaman pra-
sejarah di Indonesia. Pada saat manusia masih menghuni gua atau ceruk,
mengonsumsi kelelawar adalah hal biasa. Tentu saja karena hewan ini mudah
diperoleh di sekitar tempat tinggal mereka. Selain itu ternyata tercatat bahwa
daging kelelawar dipercaya mampu mengatasi penyakit Ashma karena kandungan
senyawa kitotefin di dalamnya, penyakit gatal-gatal, dan sakit tenggorokan.
117